Selasa, 14 April 2009

BAB I
PENDAHULUAN

Evaluasi kurikulum sebagai mata kuliah wajib di jurusan teknologi pendidikan merupakan sebuah mata kuliah yang mengharuskan kita memberikan pemahaman yang jelas akan evaluasi kurikulum. Evaluasi berasal dari kata evaluasi dan kurikulum, dimana evaluasi sendiri berarti sebuah kegiatan mengkaji, meneliti dan menilai suatu program atau dapat dikatakan sebagai suatu interpretasi hasil pengukuran suatu proses sistemik untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi suatu program berdasarkan norma dan criteria yang sudah ditetapkan. Dalam kegiatan evaluasi tidaklah semata – mata melihat antara kesesuaian pelaksanaan dengan rencana behkan efektifitas dan efisiensi (suatu keadaan dimana usaha yang dilakukan sedikit tapi hasilnya besar) dan tingkat kesuksesan/keberhasilan.

Sedangkan kurikulum itu sendiri berarti sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh dalam kurun waktu yang telah ditetapkan, atau untuk lebih jelasnya kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai (Grayson, 1978).
Berdasarkan kajian diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi kurikulum adalah evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliable untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan. Evaluasi kurikulum ini dapat mencakup keseluruhan kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum seperti tujuan, isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam kurikulum tersebut.Secara sederhana evaluasi kurikulum dapat disamakan dengan penelitian karena evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan prosedur ilmiah dan metode penelitian. Perbedaan antara evaluasi dan penelitian terletak pada tujuannya. Evaluasi bertujuan untuk menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk bahan penentuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan direvisi atau diganti. Sedangkan penelitian memiliki tujuan yang lebih luas dari evaluasi yaitu menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk menguji teori atau membuat teori baru.



BAB II
LANDASAN EVALUASI KURIKULUM

1. SEJARAH TERCETUSNYA LANDASAN EVALUASI KURIKULUM
Pada masa awal pergearakan usaha memperbaiki kualitas pendidikan di Amerika Serikat, pada era akhir tahun 50-an dan awal 50-an pemerintah federal mengeluarkan dana yang sangat besar yang dialokasikan untuk biaya pendidikan dalam upaya pemerintah AS untuk bisa bersaing dengan Uni Soviet. Pada awal tahun 60-an pemerintah lantas mempertanyakan apakah dana yang dikeluarkan tersebut dapat meningkatkan kualitas, mengingat pemerintah AsS terkenal amat menjunjung tinggi prinsip efisiensi lantas meminta pertanggungjawaban hasil kerja pemerintah pennguna dana pemerintah federal tadi. Nixon presiden yang menggantikan Jhonson kala itu menekankan pada adanya pertanggungjawaban dengan mengeluarkan kebijakan mengenai akuntabilitas. Untuk mendukung kebijakan itu maka dikeluarkan undang – undang yang dikenal dengan nama elementary and secondary education act (ESEA). Berdasarkan undang – undang ini maka setiap sen dana pendidikan yang diterima dari pemerintah federal untuk biaya pendidikan harus dipertanggugjawabkan terhadap publik, oleh karena itu setiap proyek pendidikan yang didanai oleh pemerintah federal harus terbuka untuk dievaluasi. Kebijakan menyebabkan kegiatan evaluasi menjadi sesuatu yang dibutuhkan berkembang pesat.
2. LANDASAN EVALUASI KURIKULUM
Berdasarkan pendapat Rossi dan Freeman (1985), scriven (1991), dan McDavid dan Hawthorn (2006) maka dalam buku ini dikemukakan 5 jenis – jenis akuntabilitas, sebagai dasar landasan evaluasi kurikulum, yaitu :
a. Akuntabilitas legal (legal accountability)
Akuntabilitas legal mengandung arti bahwa kegiatan pengembangan kurikulum tersebut haruslah merupakan kegiatan yang sah secara hokum baik ketika proses konstruksi kurikulum, implementasi kurikulum dan evaluasi kurikulum. Setiap kegiatan yang terjadi tidak terjadi tidak boleh melanggar issu, seperti masalah agama, budaya, sosial, ekonomi, jenis kelamin (gender) ketuaan dan sebagainya.
Evaluasi kurikulum memiliki landasan legal yang lebih kuat sejak diberlakukannya Undang – Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pasal 55 dan 56 Undang – Undang nomor 20 tahun 2003 menetapkan bahwa setiap unit pendidikan harus dievaluasi secara eksternal oleh lembaga internal. Pasal – pasal itu menunjukkan bahwa suatu usaha pendidikan dan dalam hal ini KTSP haruslah terbuka untuk dievaluasi oleh suatu lembaga yang mandiri. Lembaga mandiri ini mungkin dibentuk oleh pemerintah pusat, lembaga masyarakyat, atau organisasi yang tidak terlibat dalam proses pengembangan kurikulum.
b. Akuntabilitas Akademik
Akuntabilitas akademik berkaitan dengan filosofi, teori, prinsip dan prosedur yang digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pertanyaan mendasar yang dikemukakan dalam akuntabilitas akademik adalah apakah filosofi, teori, prinsip dan prosedur yang digunakan dalam pengembangan kurikulum dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Artinya, apakah filosofi yang digunakan adalah filosofi yang dikenal oleh dunia akademik. Dengan demikian akan memberikan peluang terhadap substansi dari filosofi tersebut dapat dikaji dan dapat dibahas dalam banyak buku. Sebagai contoh : apabila filosofi itu baru, maka akuntabilitas akademik adalah akuntabilitas yang tidak saja terkait dengan kepentingan publik tetapi juga terhadap kelompok pengembang kurikulum.
Akuntabilitas akademik harus ditegakkan oleh para pengembang akademik selama proses konstruksi ( pengembangan standar isi dan standar kompetensi) , proses implementasi (penerapan dan pelaksanaan di lapangan), dan proses evaluasi (penilaian kegiatan). Dalam setiap kegiatan ini, para pengembang harus dapat mempertangungjawabkan secara akademik terkait masalah filosofi dan teoritik yang digunakan, prinsip dan prosedur yang ditempuh. Pertanggungjawaban tersebut dilakukan berdasarkan persyaratan yang dikenal dan diakui oleh dunia akademik, pengembang kurikulum dan para evaluator. Pada umumnya persyaratan semacam ini tercantum dalam buku – buku akademik dan laporan perkembangan kurikulum. Para pengembang kurikulum dapat melakukan evaluasi secara internal oleh sejumlah pengembang kurikulum yang terlibat dalam proses pengembangan atau dapat pula meminta jasa sejumlah evaluator untuk melakukan evaluasi secara eksternal.
c. Akuntabilitas Finansial
Akuntabilitas finansial dianggap sebagai cikal bakal lahirnya konsep akuntabilitas. Secara mendasar akuntabilitas finansial berkenaan dengan pertanggungjawaban keuangan yang diperoleh untuk pengembangan suatu kurikulum. Dalam pertanggungjawaban ini, maka setiap rupiah yang diterima harus dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan prosedur (pertanggungjawaban berkenaan dengan cara uang itu digunakan) yang berlaku, jumlah uang untuk suatu aktifitas dan efisiensi penggunaan uang.
Pertanggungjawaban semacam ini harus dipahami oleh pengembang – pengembang kurikulum terutama mereka yang secara khusus bertanggungjawab mengenai masalah keuangan. Tetapi lain halnya dengan evaluasi kurikulum, akuntabilitas yang berkenaan dengan prosedur dan jumlah uang dalam kaitannya dengan kegiatan tidak menjadi kepedulian mereka melainkan fokus pada masalah efisiensi pemanfaatan dana.
d. Akuntabilitas Pemberian Jasa.
Akuntabilitas pelayanan (pemberian jasa) meliputi pemberian jasa pendidikan kepada kepada kelompok masyarakyat yang seharusnya mendapatkan pelayanan tersebut. Akuntabilitas terhadap apa dan sejauh mana pelayanan yang sudah diberikan terhadap masyarakyat, dimensi akuntabilitas pemberian jasa mempertanyakan mengenai apakah kurikulum dalam proses implementasi terlaksana dengan sebaik - baiknya. Fungsi pelayanan pendidikan pemerintah dan masyarakyat terhadap generasi muda adalah suatu kewajiban moral dan konstitusional. Dilihat dari kewajiban moral maka pemerintah dan masyarakyat secara moral bertanggung jawab dalam memprsiapkan generasi muda untuk mengembangkan kehidupan pribadinyan dan mengemban tugas sebagai anggota masyarakyat. Beberapa pertanyaan utama evaluasi kurikulum adalah :
• Apakah guru telah memberikan pelayanan yang sebaik – baiknya?
• Apakah fasilitas dan kondisi serta suasana kerja mendukung guru untuk memberikan pelayanan yang sebaik – baiknya?
• Apakah lingkungan kerja mendukung pemberian jasa pelayanan maksimal dari guru tercipta?
• Apakah insentif yang tersedia mampu mendukung pemberian jasa pelayanan maksimal dari guru? Dan sebagainya.

e. Akuntabilitas Dampak
Akuntabilitas dampak adalah pertanggungjawaban terhadap pengaruh – pengaruh yang timbul sebagai akibat dari kegiatan kurikulum. Dalam hal ini, dampak yang ditumbulkan merupakan fokus utama bagi para pengembang kurikulum.
Akuntabilitas dampak memberikan kesempatan pada evaluator, pengembang kurikulum, pengambil kebijakan, dan masyarakyat sebagai stakeholders, untuk menempatkan kurikulum pada posisi yang lebih baik. Dengan demikian pada situasi manapun, hasil kurikulum yang menjadikan lulusan manusia baru dengan cara bersiakap, berpikir dan cara bertindak, cara melihat sesuatu, keterampilan baru dan sebagainya harus dapat ditterima masyarakyat dan merupakan kekuatan baru bagi masyarakyat untuk berkembang.






BAB III
KRITERIA EVALUASI KURIKULUM

1. DASAR PENGELOMPOKAN KRITERIA EVALUASI KURIKULUM
Landasan pengelompokan kriteria evaluasi kurikulum adalah :
• Hubungan antara kurikulum dengan evaluasi. Hal ini dapat diartikan sebagai posisi sumber kriteria terhadap kurikulum. Dengan kata lain apakah kriteria itu berasal dari kurikulum ataukah berada diluar kurikkulum ataukah berada diantaranya.
• Waktu pada saat kriteria untuk evaluasi tersebut dikembangkan. Hal ini berkaitan dengan situasi dan kondisi terhadap kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulum. Oleh karena itu penetapan waktu dengan penetapan kriteria haruslah disesuaikan.
Berdasarkan landasan tersebut diatas, maka Fullan dan Pomfret mengklasifikasikan empat pengembangan kelompok kriteria evaluasi kurikuulum, yakni :
a. Pendekatan kriteria Pre-ordinate
Karakteristik pendekatan Pre-ordinate ada dua, yakni :
• Kriteria ditetapkan pada waktu kegiatan evaluasi kurikulum belum dilaksanakan yang masih dalam bentuk rancangan.
• Kriteria tidak dikembangkan dari karakteristik kurikulum yang dievaluasi melainkan dikembangkan dari sesuatu yang sudah dianggap baku (standar).
Pada umumnya kriteria pre-ordinate juga sudah dikembangkan dalam bentuk instrumen evaluasi. Kebanyakan instrumen evaluasi tersebut berhubungan dengan dimensi kurikulum sebagai hasil belajar, yakni kegiatan pemusatan perhatian terhadap pencapaian hasil belajar. Alat evaluasi yang digunakan juga bersifat baku, seperti validitas dan reabilitas yang dilakukan menurut prosedur tradisi psikometrik (evaluator tetap menguji kedua atribut penting psikometrik tersebut berdasarkan data yang telah dikumpulkan.
Keleluasaan dalam pengembangan kriteria menyebabkan pendekatan pre-ordinate memberikan kesempatan untuk mengevaluasi kurikulum diberbagai perspektif. Demikian juga dengan adanya kriteria yang jelas dalam mengevaluasi kurikulum merupakan kekuatan mpendekatan pre-ordinate. Dengan menggunakan kriteria yang berlaku umum, setiap kurikulum diharapkan memenuhi standar yang sama. Pertimbangan yang akan diberikan evaluasi terhadap kurikulum yang dievaluasi pun tidak terpengaruh oleh karakteristik kurikulum ataupun keadaan setempat. Perbandingan mengenai kekuatan dan kelemahan berbagai kurikulum yang dievaluasi dapat dilakukan apabila evaluasi kurikulum menggunakan pendekatan pre-ordinate.
Keuntungan dan kekurangan :
Keuntungan yang dimiliki pendekatan pre-ordinate adalah sekaligus merupakan kekurangannya juga, karakteristik kurikulum tidak sepenuhnya dievaluasi, hanya unsur –unsur yang bersifat umum saja.
Maka kekurangannya terletak pada : siswa tidak mendapat penghargaan sebagai mana mestinya, evaluan tidak diperlakukan secara adil, usaha para pengembang kurikulum untuk memberikan ciri- ciri tertentu dalam kurikulum yang dikembangkannya tidak mendapat pengakuan.
b. Pendekatan Kriteria Fidelity
Pendekatan pengembangan kriteria fidelity menggunakan kriteria yang dikembangkan sebelum evaluator turun kelapangan untuk mengumpulkan data. Pendekatan fidelity tidak menggunakan kriteria yang bersifat umum tetapi dengan kurikulum yang dikembangkan dari kurikulum itu sendiri. Pendekatan pengembangan kriteria fidelity juga mengandung pengertian, apabila evaluator mengembangkan kriterianya berdasarkan persepsi para pengembang kurikulum.
Mengapa kriteria fidelity diperlukan?
• Untuk mendeterminasi apakah ketidaksuksesan outcomenya merupakan refleksi dari kegagalan implementasi penggunaan model yang sudah diterapkan.
• Untuk mengetahui seberapa besar komponen kurikulum yang telah terlaksana.
• Untuk mendeterminasi bagaimana suatu program dijalankan dan bagaimana implementasinya.
• Untuk menetukan perlakuan nyata yang mengantarkan pada perkembangan yang original
• Untuk memberikan judgment apakah hasil belajar yang diperoleh peserta didik adalah hasil belajar dari kurikulum yang sedang dilaksanakan atau bukan.
• Untuk melakukan evaluasi kurikulum yang sama tetapi dilaksanakan dalam berbagai lingkungan yang berbeda.
• Untuk membandingkan pelaksanaan kurikulum yang sama dalam bentuk implementasi atau kegiatan di dua tempat atau lebih tempat yang berbeda.
Kelemahan dan kekuatan pendekatan fidelity adalah :
• Kelemahan terletak pada evaluator yang tidak dapat membandingkan dua kurikulum atau lebih. Mereka hanya dapat mengevaluasi pada satu kurikulum saja, masalah akan timbul dari validitas alat tes (evaluasi) yang digunakan mungkin alat tersebut sahih untuk salah sattu kurikulum tetapi tidak untuk kurikulum yang lainnya. Keadaan ini menyebabkan hasil bandingan yang dibuat evaluator merupakan hasil semu.
• Kekuatan terletak pada pertanyaan sampai seberapa jauh tujuan dan karakteristik utama suatu kurikulum tercapai. Kekuatan yang dimiliki pendekatan fidelity ini menyebabkan evaluasi yang menggunakan pendekatan ini disebut sebagai evaluasi instrinsik.
c. Kriteria Mutually Adaptive (menggunakan sumber gabungan)
Pendekatan mutually adaptive adalah pendekatan yang menggunakan criteria baik yang dikembangkn dari karakteristik kurikulum yang dijadikan evaluan maupun dari luar. Pendekatan ini merupakan gabungan dari pendekatan gabungan antara pre-ordinate, fidelity, dan proses. Untuk evaluasi kurikulum, kriteria gabungan itu untuk suatu dimensi kurikulum, evaluasi dengan pendekatan pengembangan kriteria gabungan menggunakan berbagai sumber kriteria untuk mengukur berbagai dimensi kurikulum terjadi untuk suatau sttudi evaluasi, tetapi masing – masing kriteria digunakan untuk mengukur dimensi kurikulum yang berbeda. Berdasarkan pendekatan ini, maka Berman dan McLaughlin (1976 : 350) menyebutkan bahwa keberhasilan dari suatu implementasi kurilulum diukur menurut kondisi – kondisi berikut ini,
• Keberhasilan yang dihayati mereka yang terlibat dalam pengembangan kurikulum (perceived success)
• Perubahan perilaku baik dalam jenis maupun dalam dalam besarnya yang terjadi pada para guru dan pelaksana administratif sebagaimana dinyatakan oleh para pengembang kurikulum.
• Fidelity implementasi yang menyatakan seberapa jauh kurikulum sebagai rencana telah dilaksanakan dalam benttuk kurikulum sebagai kegiatan.
Sedangkan menurut Leinhardt (1977 : 227), karakteristik kurikulum adalah :
• Menyediakan lingkungan yang adaptif bagi kebutuhan pendidikan siswa
• Kurikulum tersebut diorganisasikan dan dikemukakan sedemikian rupa untuk mengajarkan dan memperkuat (reinforcement) keterampilah dasar kognitif
• Siswa melakukan kontrol dan pengaturan sendiri untuk apa yang dipelajarinya asalkan masih dalam konteks kurikulum.
Ketiga karakteristik kurikulum ini, melahirkan enam dimensi utama masalah dalam kurikulum yaitu : suasana belajar dikelas, pembagian waktu, prosedur pemberian tugas dalam matematika, monitoring kemajuan siswa, pemberian kesempatan bagi siswa untuk mengatur diri sendiri, dan kehadiran siswa.
Enam criteria umum yang diggunakan dalam mengidentifikasi kurikulum menurut Levin (1986) adalah : efisiensi, relevansi, validitas, kemungkinan perubahan (modifiability), dan kegunaan (usability).
Adapun keuntungan dan kerugian dari pendekatan gabungan ini adalah :
Keuntungan :
• Evaluator diberikan kesempatan untuk menggunakan berbagai kesempatan untuk mendapatkan sumber – sumber kriteria. Dengan adanya kemungkinan ini, evaluator mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang evaluan sehingga pertimbangan yang diberikannya terhadap kurikulum menjadi lebih baik.
• Kurikulum yang dipelajari betul – betul mendapatkan penghargaan yang tidak hanya berdasarkan pada apa yang dimilikinya tetapi juga mempunyai arti tentang apa yang dimilikinya tersebut terhadap sesuatu diluar dirinya sendiri.
• Evaluator dituntut memiliki pengetahuan yang luas mengenai berbagai kriteria yang ada serta teori yang menjadi dasar kiteria tersebut.
Kekurangan : belum adanya rumus mengenai keluasan pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang evaluator.
Syarat – syarat yang perlu diperhatikan dalam membandingkan dua buah kurikulum atau lebih dalam pendekatan gabungan inni adalah :
• kriteria yang digunakan untuk perbandingan bersifat umum.
• Kriteria yang bersifat umunm tersebut haruslah diberlakukan sedemikian rupa sehingga informasi yang ada tidak dipakai untuk memberikan pertimbangan mengenai nilai masing – masing kurikulum.
• Kriteria umum itu baru memperoleh makna yang sebaik – baiknya apabila diperhitungkan dengan fakta mengenai keadaan masing – masing kurikulum, baik persamaan maupun perbedaan.
d. Kriteria dari Lapangan (Proses)
Pendekatan proses bertumbuh dan berkembang menjadi suatu pendekatan penting dalam evaluasi kurikulum dan merupakan suatu konsekuensi dari pandangan baru terhadap evaluasi evaluasi dan penggunaan metode yang dikembangkan dari naturalistic inquiry, atau kualitatif dari pandangan aliran filsafat fenomenologi.
Karakteristik pendekatan proses adalah :
• Kriteria yang digunakan untuk tidak dikembangkan sebelum evaluator berada dilapangan tetapi dikembangkan selam evaluator berada dilapangan.
• Berhubungan erat dengan kenyataan yang ada dilapangan
• Kurikulum yang ada dipelajari dan dijadikan kerangka berpikir kasar ketika evaluator akan mengunjungi lapangannya.
• Evaluator sangat perduli terhadap dengan masalah yang dihadapi oleh para pelaksana kurikulum dilapangan.
• Pada waktu mengembangkan criteria evaluator secara langsung harus berhubungan dengan masalah – masalah lapangan yang dihadapi oleh para pelaksana kurikulum.
• Model pendekatan proses berhubungan erat dengan pemakaian/aplikasi pendekatan kualitatif.



BAB IV
RUANG LINGKUP EVALUASI KURIKULUM

1. Evaluasi dan Pengembangan Kurikulum
Dalam perkembangan kurikulum sebagai rancangan dan proses pendidikan yang dikembangkan, tidak sedikit tantangan – tantangan yang dihadapi. Beberapa diantaranya yaitu :
• Tantangan yang diidentifikasi adalah kekurangan pemahaman atau penguasaan terhadap materi pelajaran dari suatu mata pelajaran tertentu.
• Tantangan yang dikemukakan masyarakyat adalah hasil identifikasi dan formula para ahli. Hal ini merupakan hasil dari pengamatan mengenai apa yang sudah terjadi, apa yang sedang terjadi dan prediksi mengenai apa yang akan terjadi dimasa mendatang.
• Tantangan secara kongkrit yaitu hasil analisis terhadap masalah yang muncul dimasyarakyat dibandingkan dengan kondisi ideal yang diharapkan agar masyarakyat berkembang kearah yang positif, produktif, kreatif, aman, makmur dan hidup bahagia.
• Tantangan dari hasil evaluasi terhadap kondisi masyarakyat dilihat dari kualitas manusia yang dipersyaratkan oleh tujuan pendidikan.
Dalam mengatasi berbagai tantangan yang timbul sebagai akibat dari perkembangan evaluasi kurikulum dimasyarakyat, maka jawabannya terletak pada kurikulum. Sedangkan pada tingkat nasional jawaban terhadap tantangan tersebut dirumuskan sebagai sesuatu yang harus dicapai oleh dunia pendidikan menurut alur dan jenjang pendidikan. Kurikulum yang berkenaan langsung dengan kondisi ini adalah Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Sedangkan standar nasional dan standar lokal menjadi dasar dalam mengembangkan jawaban yang lebih operasional yaitu kurikulum yang dituangkan dalam bentuk dokumen atau rencana tertulis dan dalam bentuk proses pendidikan.
Realisasi dari apa yang telah dirancang dalam kurikulum berbentuk dokumen tertulis adalah proses pendidikan yang dilaksanakan disuatu lembaga pendidikan baik dikelas atau diluar kelas.
2. Ruang Lingkup Evaluasi Kurikulum
Terdapat 3 ruang lingkup dalam evaluasi kurikulum yang akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut ini :
a. Ruang Lingkup Evaluasi Kurikulum Pada Tingkat Nasional
Pada tingkat nasional/makro proses pengembangan menghasilkan ketetapan Menteri Pendidikan Nasional mengenai Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta pedoman pelaksanaan yang mendasarkan ketetapan tahun 2006 dinyatakan sebagai permen Nomor 22, 23 dan 24 tahun 2006.Permen no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dan menetapkan Standar Isi dan Standar Kompetensi serta Kompetensi Dasar. Dalam standar isi tercakup :
• Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
• Beban Belajar
• Kalender Pendidikan
Ketiga ketetapan yang berkaitan dengan standar isi ini merupakan dasar kurikulum yang berlaku secara nasional. Dalam kerangka dasar dan struktur kurikulum ditetapkan hal – hal berikut :
• Kelompok Mata Pelajaran
• Struktur Kurikulum Pendidikan Umum
• Struktur Kurikulum Pendidikan Kejuruan
• Struktur Kurikulum Pendidikan Khusus
• Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Kelompok mata pelajaran adalah pengelompokan mata pelajaran yang ada pada kurikulum berdasarkan ketetapan yang ada pada peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005.
Seluruh mata pelajaran dikelompokkan menjadi lima yaitu : kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, kelompok mata pelajaran estetika, kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar berisikan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk latar belakang yang menyatakan mengapa mata pelajaran tersebut penting, tujuan mata pelajaran tersebut, ruang lingkup yang berisikan aspek – aspek yang diajarkan.
a) Standar Isi
Standar Isi berkenaan dengan kerangka dasar dan strukttur kurikulum, beban belajar dan kalender pendidikan. Kerangka dasar dan strukttur kurikulum meliputi :
• Pengelompokan mata pelajaran
• Prinsip pengembangan kurikulun
• Pinsip Pelaksanaan Kurikulum
• Struktur Kurikulum
Sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2005 mata pelajaran di sekolah dikelompokkan menjadi lima sama halnya dengan pengelompokan diatas.
Permen Nomor 22 tahun 2006 menetapkan pula prinsip – prinsip pengembangan kurikulum, yaitu : Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungan nya.
• Beragam dan terpadu
• Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
• Relevan dengan kebutuhan kehidupan
• Menyeluruh dan berkesinambungan
• Belajar sepanjang hayat
• Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
b) Standar Kompetensi Lulusan
Standar kompetensi lulusan yang berlaku saat ini ditetapkan melalui peraturan Menteri (Premen) Diknas Nomor 23 tahun 2006 yang menetapkan SKL Satuan pendidikan (SKL-SP), dan SKL Mata Pelajaran (SKL-MP) untuk setiap satuan pendidikan.
Permen 23 tahun 2006 menetapkan tujuan setiap satuan pendidikan sebagai berikut :
• Pendidikan Dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A dan SMP/MTs./SMPLB/Paket B. bertujuan : meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiridan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
• Pendidikan Menengah yang terdiri atas SAM/MA/SMALB/Paket C. bertujuan : meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
• Pendidikan menengah kejuruan yang terdiri atas SMK/MAK bertujuan : Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiridan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

b. Ruang Lingkup Evaluasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan perubahan dari sistem pemerintahan sentralisasi menjadi desentralisasi yang kemudian diakomodasi dalam undang – undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu wewenang pengembangan kurikulum ada di satuan pendidikan. Dengan demikian KTSP adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan dibawah pengawasan dan pembinaan dinas pendidikan.
Sementara itu pasal 36 ayat (3) menetapkan hal – hal yang harus diperhatikan dan seyogyanya menjadi prinsip pengembangan KTSP, yaitu :
• Peningkatan iman dan takwa
• Peningkatan akhlak mulia
• Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik
• Keragaman potensi daerah dan lingkungan
• Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
• Tuntutan dunia kerja
• Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
• Agama
• Dinamika perkembangan global
• Persatuan nasional dan nilai – nilai kebangsaan.
Pelaksanaan Evaluasi Kurikulum
a). Pengembangan Ide Kurikulkum
ide kurikulum adalah komponen terpenting dalam proses pengembangan kurikulkum. Ide kurikulum merupakan rumusan dari posisi filosofis pendidikan yang dianut, pandangan teoritik tentang konsep kurikulum, model kurikulum yang digunakan, konsep tentang konten, organisasi kurikulum, desain kurikulum, desain dokumen, kurikulum, posisi peserta didik dalam belajar. Ide kurikulum harus jelas karena ide tersebut menjadi dasar dan landasan bagi pengembangan berbagai komponen dokumen kurikulum.
Proses deliberasi dari pengembang ide kurikulum kepada tim pengembang dokumen kurikulum harus dilakukan dengan seksama. Proses deliberasi harus memberikan jaminan adanya pemahaman yang sama mengenai ide kurikulum antara kelompok perumus ide kurikum dan para pengembang dokumen kurikulum lainnya. Pada fase ini evaluasi kurikulum sudah dapat dilakukan berkenaan dengan :
• Relevansi ide kurikulum
• Kejelasan rumusan ide kurikulum
• Pemahaman ide oleh tim pengembang
b). Pengembangan Kurikulum Sebagai Dokumen
Pengembangan kurikulum sebagai dokumen didasari pada ide kurikulum dan ketetapan mengenai standar isi dan SKL. SKL-SP diperlukan unttuk membangun tujuan yang akan dicapai oleh kurikulum SP sacara keseluruhan. Dalam aspek literatur mengenai standarc dan kompetensi maka aspek kemampuan ini memiliki jenjang :
• Kemampuan memahami
• Kemampuan melakukan
• Mastery (penguasaan)
• profiency (profesionalitas)
Komponen proses pembelajaran dalam suatu dokumen kuikulum adalah terjemahan operasional dari posisi teoritik proses belajar yang ditetapkan dalam ide kurikulum. Komponen proses harus secara jelas merumuskan kegiatan yang harus dilakukan peserta didik dan bukan metode mengajar jika posisi teoritik mengatakan bahwa peserta didik adalah subjek dalam belajar dan aktif dalam mengembangkan potensi dirinya.
c). Penembangan Silabus
Silabus adalah rancangan terulis yang dibuat guru berkenaan dengan mata pelajaran yang menjadi tanggungjawabnya. Oleh karena itu, silabus dikembangkan setelah satu satuan pendidikan memiliki kurikulumnya.
• Silabus memiliki komponen yang hamper sama dengan dokumen kurikulum, yaitu :
• Standar Kompetensi Lulusan
• Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar untuk kelas dan mata pelajaran tersebut
• Tujuan
• Daftar Pokok Bahasa/materi Pelajaran serta rincian
• Proses Pembelajaran
• Asesmen
• Buku dan Sumber lain.
d). Pengembangan Proses
Kurikulum sebagai suatu proses sangat menentukan hasil belajar. Jika kurikulum dalam bentuk proses ini berbeda secara prinsipil dari kurikulum sebagai dokumen maka hasil belajar yang dikenal, terukur, atau terekam dalam hasil dari kurikulum sebagai proses dan kurikulum dalam bentuk dokumen.
Dalam kurikulum sebagai proses juga merupakan inti dari suatu proses pendidikan.banyak factor yang mempengaruhi proses atau implementasi kurikulum diantaranya faktor manusia (guru, kepala sekolah, peserta didik), sumber dan akses terhadap sumber, alat belajar dan mengajar, dan juga lingkungan sekolah dan kelas. Dalam hal ini faktor guru merupakan faktor yang paling penting, Karen aguru adalah orang yang secara professional mengembangkan kurikulum sebagai proses.
e). Hasil Belajar
Hasil belajar memilikin karakteristik unik dilihat dari pengembangan kurikulum dan evaluasi kurikulum. Dalam hal ini hasil belajar adalah fokus evaluasi kurikulum yang cukup mendapat perhatian.
Evaluasi terhadap hasil belajar harus diprhitungkan jugadalam proses pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kurikulum sebagai rencana hanya akan memberikan hasil belajar yang sama terhadap seluruh peserta didik jika beberapa faktor peserta didik diperhitungkan. Faktor – faktor peserta didij seperti : minat, perhatian, cita – cita kebiasaan belajar, dan berbagai faktor yang dikenal dengan istilah “aptitude” . faktor – faktor ini dapat dianggap tidak berpengaruh atau diasumsikan sama apabila proses pembelajaran memperhatikan pada perbedaan – perbedaan faktor peserta didik dan melakukan berbagai tindakan untuk mengurangi pengaruh negatif dari faktor – faktor tersebut.

1 comments:

abe mengatakan...

Tulisan yang bagus dan saya sangat apreciate dengan tulisan yang berbau pendidikan......

Makasih dan itu sangat bermanfaat buat saya

Template by : kendhin x-template.blogspot.com